google-site-verification: google2d209c0bda4cbc8e.html Godaan Orang Berilmu ~ VILUVASA

Monday, November 5, 2012

Godaan Orang Berilmu

Jangan disangka bahwa seseorang yang berilmu sudah otmatis terlindungi dari kebodohan dan terlepas dari godaan. Meskipun orang berilmu berada di tingkatan yang lebih tinggi daripada makhluk-makhluk lain, ia juga tetap menghadapi godaan yang tidak kalah besar. Bahkan godaan orang yang berilmu jauh lebih besar dibandingkan godaan orang-orang selainnya. Begitu pula dalam akibatnya, bila ia berhasil maka jadilah ia orang yang paling takut [dekat] di sisi Allah. “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” [QS. Al-Fathir: 28]. Dan sebaliknya, ketika ia gagal dalam menghadapi godaan, maka ia hanya menjadi penyebab kerusakan di muka bumi. Dia jugalah yang disinyalir oleh Rasulullah SAW sebagai manusia selain Dajjal lebih ditakuti –karena sangat halus geraknya– dari pada Dajjal itu sendiri. Rasul SAW ditanya, “Siapakah mereka wahai Rasulallah?” “Mereka adalah ulama-ulama yang jahat (‘ulama’ al-su’i).”  (Muslim: 5/145).

Apa saja godaan orang berilmu?

Yang pertama adalah harta benda atau duniawi. Ini adalah cobaan yang paling ringan. Orang yang berilmu seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang terkadang menyulitkan. Ketika seseorang menjadi ilmuwan, maka dengan sendirinya harta dunia itu datang. Kesempatan orang yang berilmu dalam mendapatkan dunia lebih besar daripada orang yang tidak berilmu. Di sinilah orang yang berilmu digoda. Apakah ilmu yang dimilikinya bisa menagtur nafsu syahwatnya [yang cenderung pada dunia]? Ataukah sebaliknya, nafsu syahwatnyalah yang menjadi pengatur ilmunya?

Apakah yang terakhir ini bisa terjadi pada orang yang berilmu? Bagaimana bisa?

Memang tidak salah bila orang berilmu mendapatkan harta dunia dari ilmu-ilmunya. Tidak salah bila seorang dokter mendapatkan upahnya. Pun tidak salah bagi seorang guru/dosen mendapatkan bisyarahnya. Namun yang disalahkan adalah bila ilmu dijadilakn legitimasi dari keinginan-keinginan duniawinya. Yang salah adalah dokter yang menyalahgunakan keilmuannya demi sejumlah rupiah. Yang berbahaya adalah ulama/ilmuwan/cendekiawan yang memanfaatkan kedalaman ilmu [baca penegtahuan] nya demi sejumlah harta. Kalau apa yang dibuat oleh dokter dalam penyahgunaannya mungkin menyebabkan malpraktek, atau paling parah bisa menyebabkan kematian fisik manusia, maka kesalahan ulama terhadap penyalahgunaan ilmunya bisa lebih berbahaya dari sekedar kematian fisik. Kesalahan bisa menyebabkan kebingungan umat serta menjadi penyulut para hamba Allah untuk bermaksiat kepada-Nya. Yang paling berbahaya adalah tingkah ulama ini bisa juga menghancurkan akidah umat. Hal tersebut bisa terjadi hanya karena kecenderungannya pada harta benda.

Godaan yang kedua adalah kehormatan dan nama baik di mata makhluk. Ini adalah penyakit jiwa. Mungkin saja orang berilmu terhindar dari godaan harta yang hina karena ketampakannya, maka ia tidak begitu saja lepas dari godaan kedua yang halus ini. Ia adalah godaan yang lembut dalma jiwa manusia. Kecenderungan orang yang berilmu setelah penguasaan yang mendalam dalam keilmuan adalah keinginan untuk dihormati. Ia merasa berhak dengan penghormatan semua makhluk karena ketinggian ilmunya.

Bila cinta/gila hormat dari makhluk ini dibiarkan begitu saja, maka orang berilmu akan terjangkit pada penyakit ketiga yang paling berbahaya, yaitu kesombongan. Pada godaan ini, orang berilmu memang tidak lagi berhadapan dengan harta dunia. Mungkin saja ia berhasil melewati harta dunia. Tapi kesombongan adalah hal yang sangat halus yang masuk ke dalam jiwa manusia. Bila orang yang berilmu lengah sedikit saja, ia akan dimasuki rasa ini. “Bahwa akulah orang yang paling berilmu. Bahwa akulah orang yang paling dekat di sisi Allah. Tidak ada orang yang lebih alim dariku.” Begitu kira-kira godaan yang ada di dalam hatinya.

Akibatnya, ia akan menyepelekan orang lain, mengaggap orang lain lebih bodoh dan rendah, serta enggan menolak apa yang datang dari orang lain, walau itu suatu yang benar. Ia mengaggap bahwa ia adalah segala-galanya, yang lebih mengetahui dan memahami setiap sesuatu dibanding lainnya.

Pada tahap yang lebih berbahaya adalah penolakan orang berilmu pada keberadaan Allah dan kenyataan akan kebesaran-Nya. Ia tiada segan untuk menafikan Allah dalam kehidupannya. Ia hanya mengagungkan ilmunya. Ia lupa kepada Sang Pemberi ilmu, Sang Mahatahu. “Kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanya karena kepintaranku.’ Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS. Al-Zumar: 49]. Na’udzubillah. Padahal, apa yang diketahui oleh manusia hanyalah setetes dari luasnya samudera pengetahuan Allah.

Sejatinya, ilmu adalah perantara yang menagntarkan kita semua pada kedekatan kepada-Nya. Itu pula yang diisyaratkan oleh al-Qur`an. Karena tujuan sejati dalam pencarian ilmu adalah pendekatan kepada-Nya. Orang yang berilmu adalah orang yang paling bertakwa. Dan barang siapa yang bertakwa maka Allah akan lebih mencurahkan ilmu-Nya. [QS. Al-Baqarah: 282]. Bukan harta, kehormatan, maupun kesombongan yang diharapkan dari orang-orang yang berilmu.

Maka, marilah kita menjadi padi, semakin berisi ia akan semakin merunduk. Semakin berilmu sudah semestinya membawa kita pada ketundukan kepada Allah, serta membawa kita pada kesadaran pada kita tidak ada apa-apanya dibanding kekuasaan Allah. Ilmu kita tidak ada bandingannnya dengan ilmu Allah, bahkan seujung kuku pun. Ya Allah, zidni ilman warzuqni fahman.

SUMBER

Baca artikel lainnya :

0 Comments:

Post a Comment

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Demi Kemajuan Kita Bersama

 
Ingin Wajah bersih? Jerawat Hilang? Payudara Kencang dan Membesar? Hubungan Pasutri Tahan Lama? Jawabanya Klik Aja disini untuk Baca Artikel Lengkapnya !!!